Rabu, 29 Oktober 2014

Otak vs Hati

Pernah ga sih ngerasa sebel banget sama diri sendiri karena merasa bahwa diri ini terlalu lemah?
Merasa lemah dengan suatu kondisi ketika kita sebenernya sangat kesal dengan seseorang/keadaan dimana sudah tidak bisa ditoleransi tapi berkali-kali memafkan, kemudian terjadi lagi secara berulang tetapi kita tetap luluh setiap akan mengakhiri semuanya dan mencoba untuk menghindar?

Sebenarnya perasaan seperti itu wajar terjadi. Apalagi kalau kita lebih nyaman apabila semua sudah diselesaikan baik2 dan pada akhirnya baikan lagi, normal lagi dan semua berjalan semestinya. Namun apabila hal2 tersebut sudah terlalu banyak menimbulkan luka di hati, lebih banyak sakitnya dibanding bahagianya, lebih menyesakkan dibanding menyenangkannya, dan lebih membuat kita merasa tidak nyaman dengan diri sendiri bahkan sangat menyita waktu dan pikiran di separuh kehidupan kita PADAHAL seseorang / sesuatu itu sangat tidak pantas untuk diperjuangkan, maka kita harus belajar untuk mengakhiri semuanya. Yaps, we have to move on!

 The very first thing to do ketika kita mau move on adalah we have to deal with our heart.


Karena sebenernya yang paling banyak mempengaruhi sikap dan apa yang akan kita lakukan ya cuma hati. Kalo otak lebih banyak mengedepankan sisi ego, maka hati akan lebih mengedepankan apa yang sebenarnya harus kita lakukan sesuai yang kita rasakan.

Percuma ketika otak kita bilang: Gue akan berusaha cuek, ga peduli sama dia or whatever.
Tapi selama hati kita masih mau bertahan, ya kita bakalan lemah dan gagal untuk move on bahkan memulainya.

Contoh hal yang sering kita alami,
Someday, kita lagi bete banget sama doi. Lalu doi ngepost sesuatu atau ngelakuin hal2 yang bikin kita tambah bete. Maka ego kita pun akan menginstruksikan si otak untuk mulai saat ini berusaha cuek ama si doi. Berusaha bodo amat lah yaa, karena doi pun kayanya ga mikirin kita juga kan. Karena lagi sebel, maka dengan segala daya dan upaya kita berusaha  buat menjaga jarak sama doi dengan cara GA memulai conversation duluan, atau berusaha cuek dan sibuk sendiri, sehingga ga akan terlintas pikiran apapun tentang doi.

Bertentangan dengan si otak, hati kecil kita sebenernya berharap si doi bakalan ngehubungin duluan, mencari-cari atau menanyakan kabar kita. Ketika doi akhirnya bener-bener mau ngehubungin duluan dan terjadilah suatu pertemuan, kita akan merasa lemah dan pasti akan larut lagi terbuai dalam perasaan bahagia berlebihan, like you see the sky full of stars gitu sehingga gagal deh mulai move on!
Tet Tooot!

Sepanjang otak dan hati kita belom sinkron, dan hati masih lemah dan rapuh, maka akan terjadi siklus seperti ini!
WARNING!


---Baikan-Normal-Bete-Cuekin--((LEMAH))--Baikan lagi-Normal--
-----Bete-Cuekin--((LEMAH))---((RAPUH)--((PECAH))-------

 Re: Ulang 1000x LoL

Setelah itu, maka semuanya akan berjalan normal seperti biasa, sampai suatu ketika kita sebel lagi sama doi karena hal2 tertentu, ngerasa bete banget karena dicuekin atau merasa ga dihargai. Si otak yang didominasi oleh ego ini pun berontak dengan melakukan adegan-adegan (sok) ngambek dengan melakukan reaksi2 yang menunjukkan bahwa kita merasa cuek dan menjaga jarak. Tapi si hati masih rapuh dengan tiba-tiba muncul perasaan kangen dan ingin ngobrol bahkan ketemu sama doi. Maka terjadilah siklus seperti di atas.



In the end, sekuat-kuatnya hati bertahan, akan ada suatu fase dimana kita merasa lelah dengan semua yang sudah kita lakukan dan perjuangkan untuk seseorang atau suatu hal yang pada akhirnya kita sadari bahwa dia tidak pantas untuk diperjuangkan.
Pada titik itu, hati sudah tidak bisa diajak bernegosiasi dengan otak yang menyuruh kita untuk menerima keadaan dengan mengulangi siklus baikan dan kembali seperti sedia kala.
Ketika kekesalan memuncak kita akan mengakumulasi semua hal2 yang membuat kita bete dengan seseorang atau suatu hal dari dulu sampe sekarang. Bahkan mungkin kita baru sadar bahwa selama ini doi hanya berbasa-basi untuk baik ama kita bahkan ada kesan memanfaatkan. Merasa bahwa pengorbanan waktu, daya, dan upaya kita untuk membuat dia menyadari akan keberadaan kita pun sia-sia. Bahkan kita baru sadar kalau segala hal yang membuat kita terbang ke awan pun hanya basa basi semata? Pada saat itulah kita merasa sangat kecil dan semakin tak terlihat di mata dia, kalau bahasa keren nya sih "Da Aku Mah Apa Atuh??"
Pada saat itu bersiaplah untuk jatuh ke dasar jurang membuat suatu keputusan bahwa ini adalah suatu titik lelah pertahanan hati untuk melawan ego.

Pada titik inilah ketika otak, ego, dan hati sudah sinkron, maka akan proses move on pun akan mulai dengan sendirinya.

Perlahan kita akan lebih kuat untuk menjaga jarak dan tidak melakukan komunikasi dengan doi, sampe pada akhirnya segala hal dan pikiran tentang doi akan hilang sendirinya dari benak kita. Tidak akan bisa cepat memang, namun perlahan tapi pasti kita akan menuju proses untuk menggantikan seseorang atau sesuatu yang sudah tidak pantas untuk diperjuangkan lagi. Tidak dipungkiri bahwa suatu ketika kita sudah move on, lalu tiba2 teringat dan merasa sangat kangen dengan orang atau hal yang dulu menyita sebagian besar porsi kehidupan kita, itu adalah hal yang wajar. Tinggal sejauh mana kita bisa mengontrol diri untuk ga tenggelam dalam masa lalu, dan belajar menerima dan melihat cerah ke masa depan. #hasek.

So, ayo kita belajar mengkompakkan hati dan otak, belajar lebih peka terhadap keadaan hati dibangingkan dengan mengikuti ego semata. Let's deal with our hearts. Tanyakan diri kita apakah seseorang/sesuatu tersebut sudah pantas untuk diperjuangkan.

Kalau tidak?? Let's Move On!


:)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar